Asal-Usul Tasawuf dan Sejarah Perkembangan Tasawuf (Tokoh-Tokoh Tasawuf)

Asal Usul Tasawwuf

1. Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam

2. Sufisme yaitu ajaran mistik yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan Dia.

3. Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut dengan Sufi. Soal hakikat Tasawuf, ia itu bukanlah ajaran Rasulullah dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib ra. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir berkata:
"Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al-Qur'an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha”


Sejarah Perkembangan Tasawuf (Para Tokoh Tasawuf)

1. Abad I dan II Hijriyah
Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya.

Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi s..a.w. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul saw yang di sebut dengan ahl al- Shuffah.

Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul saw dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Tokoh sufi pada masa ini adalah:
 Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Fartsi, Abu Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas'ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut.

2. Fase Abad III dan IV Hijriyah
Abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata-mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai (fana fi al-mahbub).

Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai (al-ittihad). Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik (al-hissiyat).

Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga masingmasing bisa memanggil dengan kata aku (ana). Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih.

Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthamidengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya.

3. Fase Abad V Hihriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadis atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi (sunnah) Nabi dan sahabatnya.

Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi, al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid.

4. Fase Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa Hdzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali.

Tokoh-tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar (Syekh Besar).

Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab'in dan Ibn al-Faridl.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Asal-Usul Tasawuf dan Sejarah Perkembangan Tasawuf (Tokoh-Tokoh Tasawuf)"

Posting Komentar