Contoh Naskah Drama 4 Pemain (2 Perempuan dan 2 Laki-Laki) karya Adjib Hamzah
Contoh Teks Naskah Drama 4 Pemain
Judul Drama : Tanpa PembantuPengarang : A. Adjib Hamzah
Pelaku : Sapari, Lisawati, Tukang Sayur, Yuliati
……………………………………………………………………………………………
Di ruang tamu rumah keluarga Sapari masih pagi. Kursi panjang dan sebuah kursi tamu berikut mejanya terletak di kiri. Di kursi terdapat koran baru dan di atas meja vas bunga berikut bunganya terletak berdekatan dengan beberapa jilid buku. Di belakang sisi kanan terdapat pula kursi panjang. Pintu keluar di kanan, sedang pintu ke belakang di sudut kiri.
Lisawati duduk di kursi belakang. Ia adalah gadis jelita, berusia sekitar 20 tahun mengenakan pakaian dandanan, mutakhir. Tas dan satu eksemplar buku diktat yang dibawa terletak di kursi. Sekarang ia sedang membaca koran sambil sesekali menoleh arah pintu ke belakang. Kemudian Sapari muncul dari pintu ke belakang dengan tersenyum. Ia berusia kurang lebih 27 tahun:
Lisawati : Bagaimana si bayi? Tak perlu bantuanku, bukan?
Sapari : O, tidak. Sudah beres. Tidur pulas ia sekarang. Jadi lega hatiku.
Lisawati : Tak kusangka engkau seterampil itu.
Sapari : (Melangkah ke kursi dekat meja). Ucapan orang bijaksana memang selalu benar.
Lisawati : Kenapa?
Sapari : Dulu aku tak pernah percaya setiap baca kata-kata orang bijak. Yang isinya bahwa kesulitan membuat orang jadi terampil. Kini aku melihat hasilnya.
Lisawati : Ah, ya, belum tentu. Itu tergantung pada orangnya. Kalau orangnya memang bodoh, tetap tidak menambah apa-apa. Malah bisa saja menyebabkan kemunduran.
Sapari : Itu juga benar. Tapi tidak sepenuhnya.
Lisawati : Yang aku tidak mengerti, mengapa tugas-tugas perempuan yang ditimpakan padamu itu kauterima begitu saja?
Sapari : Keadaan memaksaku demikian.
Lisawati : Tidakkah hal itu merupakan suatu penghinaan pada dirimu? Derajatmu sebagai lelaki diturunkan pada derajat perempuan.
Sapari : Kalau aku telah menerimanya, mau apa lagi? Jika diukur dengan kaca mata kehormatanku sebagai lelaki, ucapanmu itu benar. Tapi kami sekarang ini dalam keadaan begitu darurat.
Lisawati : Dan status quo darurat akan dipertahankan oleh isterimu. Bisa saja suatu saat nanti, untuk kepentingan yang kau tidak tahu, ia akan keluar rumah. Dan kau yang mesti memberesi tugas-tugas rumah.
Sapari : (Tertawa) Kuliahmu ini dapat membuatku perang dengan isteriku, Lis.
Lisawati : Jangan salah paham. Sapari : Aku tak tahu pasti, tapi mungkin saja dapat menimbulkan perang baru.
Lisawati : Jadi kalian pun sering berselisih?
Sapari : Ya, sesekali. Di mana orang berumah tangga tanpa pernah cekcok? Tak ada, kan?
Lisawati : Tapi engkau jangan salah paham. Aku tidak memfitnah. Aku hanya bicara tentang apa yang mestinya terjadi.
Sapari : Kau mengingatkan aku pada kesetiaanmu sewaktu kita berpacaran. Tapi sudahlah. Semua itu sudah lewat.
Lisawati : Kalau kau dahulu mau sedikit mengerti kesulitan, dan engkau mau juga mempertimbangkan.
Sapari : (memotong) Jangan sebut-sebut lagi. Jangan diungkit. Itu sudah lewat. Nanti akan mengakibatkan hubunganku dengan isteriku tidak baik.
Lisawati : "Aku menghormati isterimu, Sap Jangan salah paham. Aku bukannya membenci dan ingin hubunganmu dengannya retak."
Sapari : Saya harap pembicaraan tentang ini tidak usah kita teruskan. Bagaimana dengan kuliah Pak Darso belakangan? Ada tujuh kali aku tak ikut kuliah.
Lisawati : Seandainya kau dulu mau sedikit sabar, dan mau konsultasi dengan Anna tentang persoalan kita, saya yakin semua dapat diselesaikan.
Sapari : Bukankah kau pergi ke Kalimantan?
Lisawati : O, aku sungguh menyesal. Perpisahan kita memberi kesan yang amat buruk dalam hidupku.
Sapari : Sekali lagi Lis, masa lewat itu tak usah kita bicarakan lagi.
Lisawati : Aku menderita karena kesetiaanku. Dan bukankah ini telah kuterima?
Sapari : Lantas, kenapa sekarang harus kita persoalkan lagi?
Lisawati : Entahlah, Sapari, kenapa?
Sapari : Janganlah bersedih. Sedih membuat kita kehilangan gairah. Hidup ini penuh kegembiraan. Kenapa kita tidak hidup dengan gembira saja?
Lisawati : Entah, Sapari. Tapi suatu hal yang aku tahu pasti, perpisahan kita yang tidak jelas sebab-sebabnya, yang tidak selesai, dilakukan secara sepihak.
Sapari : (memotong) Secara sepihak? Tidak, kukira. Kita berselisih dan tiba-tiba kau pergi ke Kalimantan.
Lisawati : Nyatanya aku memperoleh kesan demikian. Dan ini membuatku selalu beranggapan bahwa ikatan batinku denganmu belum padam. Kita selalu bertemu di kampus. Aku tidak tahan meredam dalam diam terlalu lama, karena itu aku datang kemari.
Sapari : Apinya tetap kaukobarkan. Tidak kaupadamkan.
Lisawati : Begitukah engkau beranggapan tentang diriku?
Sapari : Biarlah kujelaskan kepadamu. Engkau tidak realistis.
Sekarang aku telah beristeri dan punya anak. Dan pertemuan semacam ini jika diketahui isteriku, akan membuat runcingnya rasa tidak puas dalam rumah tangga kami. Engkau mesti mengerti dan menyadari, bahwa ikatan kita hanya ikatan sebagai kawan sekuliah.
Menuntut lebih dari ini, akan membuat kita terpukul.
Bukan oleh siapa pun. Tapi oleh kita sendiri. Mengertilah apa yang kumaksudkan?
Lisawati : Tapi … tapi luka hatiku dalam … dalam …
Sapari : Begitulah kenyataan dalam hidup. Kesadaran semacam itu pula yang sekarang membuat aku mau menerima kenyataanku yang seperti ini. Harus melakukan tugastugas perempuan.
Ah, sudahlah, Lisa. Nanti berkepanjangan lagi. Aku gembira kau kemari. Siapa yang memberi tahu bahwa tempat tinggalku di sini?
Lisawati : (Tak berdaya) Seseorang. (Termenung, kecewa bahwa harapannya tak terpenuhi). Beberapa kali kuliah engkau tak kulihat. Aku merasa begitu … begitu … (malu-malu, menatap Sapari) Aku merasa amat sayang jika studimu terputus.
Sapari : Tak usah kau khawatir. Kau lihat … aku tak pernah lepas dari diktat dan catatan kuliah. Jadi kekhawatiranmu sungguh tidak beralasan.
Lisawati : (Menatap Sapari dengan canggung) Sapari, bagaimanakah keadaan kita ini sesungguhnya?
Sapari : (Lama menatap Lisawati, kemudian duduk di kursi) Kita telah menentukan garis hidup. Dan kita harus konsekuen. Tiba-tiba terdengar tangis bayi. Sapari kaget.
Sapari : Ah, bangun lagi.
Lisawati : (Beregerak akan bangkit) Biarlah kutolong.
Sapari : (Melarang dengan isyarat tangan) O, tidak. (Bangkit) Tak usah, Lis. Duduklah saja dengan santai. (Sapari lenyap ke belakang. Lisawati menatap buku-buku di meja dan memungut sejilid, dibuka. Dibaca beberapa baris, dibuka lagi, dibaca lagi).
Pedagang sayur : Sayur-sayur! (lewat di depan rumah Sapari. Mengejutkan Lisawati)
* * * * *
Sumber: Naskah Drama Radio Tanpa Pembantu Karya A. AdjibHamzah, dokumentasi RRI.
0 Response to "Contoh Naskah Drama 4 Pemain (2 Perempuan dan 2 Laki-Laki) karya Adjib Hamzah"
Posting Komentar