Contoh Kata Ganti dan Kata Acuan

1. Kata Ganti
    Dalam dongeng "Saat Pak Jago Sakit" dibawah terdapat beberapa kata ganti ini, itu, dan -nya, serta kata acuan tersebut. Oleh karena itu, untuk memperluas pengetahuan kalian tentang kebahasaan, kalian akan dilatih untuk menggunakan kata ganti dan kata acuan secara tepat. Kata ganti adalah semua kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Bentuk kata ganti yang terdapat dalam bacaan tersebut yaitu kata ganti penunjuk (ini, itu) dan kata ganti milik orang ketiga (-nya).
a. "Sama! Saya juga bangun kesiangan! Ini akibat ulah Pak Jago tidak berkokok!" kata Pak Kambing.
Ini pada kalimat di atas berfungsi sebagai kata ganti dari peristiwa bangun kesiangan.
b. "Bukankah setiap pagi Pak Jago berkokok membangunkan kita?"
"Itu kebaikan Pak Jago saja, dan jika ia tidak berkokok jangan disalahkan dong!"
Itu pada kalimat di atas berfungsi sebagai kata ganti dari kebiasaan Pak Jago berkokok.
c. Di depan rumah Pak Jago, pintu tertutup rapat. "Coba kamu ketuk pintunya," pinta Pak Kerbau pada Pak Sapi.
-nya pada kalimat di atas berfungsi sebagai kata ganti rumah Pak Jago.
    Selain kata ganti penunjuk (ini dan itu), dalam bahasa Indonesia masih mempunyai empat lagi bentuk kata ganti, yaitu kata ganti orang (aku, saya, kamu, engkau, dia, mereka) , kata ganti tanya (apa, siapa, berapa, kapan, mengapa), kata ganti milik (-mu, -ku, -nya), dan kata ganti tak tentu (seseorang, sesuatu, barangsiapa).

2. Kata Acuan
    Kata acuan adalah semua kata yang dipakai untuk mengacu pada kata yang sudah dijelaskan sebelumnya (sebelum kata acuan tersebut) (misalnya tersebut, sebagaimana, demikian).
Contoh:
"Tok! Tok! Tok!" Pak Kucing mengetuk pintu dengan batu keras-keras, sambil berteriak, "Pak Jago! Buka pintunya!"
Namun ketukan serta teriakan tersebut tidak dijawab.
Kata tersebut dalam kalimat di atas mengacu pada ketukan dan teriakan Pak Kucing.

Kata Ganti dan Kata Acuan - Dongeng Saat Pak Jago Sakit

Dongeng "Saat Pak Jago Sakit"
"Hah! Sudah jam sembilan!" teriak Pak Kambing sambil mengusap-usap matanya. Ia terkejut saat melihat jam dinding di tempat tidurnya menunjukkan waktu pukul sembilan.
"Ada yang tidak beres," gumamnya sembari bergegas menuju ke kamar belakang. "Kamu juga terlambat bangun,
Bu?" tanyanya pada istrinya yang sedang keluar dari kamar mandi.
"Ya!" jawab Bu Kambing sambil mengangguk.
"Pasti tidak hanya kita, Bu."
"Maksud Bapak?" sahut Bu Kambing.
"Yang bangun kesiangan!" jelas Pak Kambing.
"Kenapa?"
"Apakah kamu tidak merasa, jika bangun kesianganmu ada penyebabnya?" Pak Kambing balik bertanya.
Bu Kambing menggelengkan kepala.
"Ini gara-gara Pak Jago!" tegas Pak Kambing.
Bu Kambing mengangguk-anggukkan kepala.
"Ya, ya, aku ingat sekarang. Pak Jago tidak berkokok," gumam Bu Kambing.
Saat melihat Pak Kambing bergegas hendak pergi, Bu Kambing bertanya, "Pak, hendak ke mana?"
"Ke rumah Pak Jago!"
Dalam perjalanan, Pak Kambing bertemu dengan Pak Kelinci yang terlihat tengah bergegas.
"Pak Kelinci, hendak ke mana?" sapa Pak Kambing.
"Ke rumah Pak Jago," jawab Pak Kelinci singkat.
"Pasti karena bangun kesiangan, ya?" tebak Pak Kambing.
"Kok tahu?" Pak Kelinci tampak heran.
"Sama! Saya juga bangun kesiangan! Ini akibat ulah Pak Jago tidak berkokok!" kata Pak Kambing. Mereka lalu bersama sama menuju ke rumah Pak Jago.
"Lihat, banyak sekali warga yang berkumpul di gerbang depan rumah Pak Jago," ujar Pak Kambing ketika hendak memasuki gang menuju ke rumah Pak Jago.
"Mereka senasib dengan kita."
"Senasib?"
"Ya, senasib bangun kesiangan!"
Di depan gerbang rumah Pak Jago, pintu tertutup rapat.
"Coba kamu ketuk pintunya," pinta Pak Kerbau kepada Pak Sapi.
"Tok! Tok! Tok!" Pintu diketuk Pak Sapi. Tidak ada tanda-tanda pintu hendak dibuka atau sahutan Pak Jago dari dalam.
"Yang keras!" perintah Pak Kucing agak emosi.
Ketika melihat Pak Sapi mengulang dengan ketukan yang sama, Pak Kucing pun segera menuju ke pintu dengan membawa pecahan batu.
"Tok! Tok! Tok!" Pak Kucing mengetuk pintu dengan batu keras-keras, sambil berteriak, "Pak Jago! Buka pintunya!"
Akan tetapi ketukan serta teriakan tersebut tidak dijawab.
"Jangan-jangan Pak Jago tidak ada di rumah?" tanya Tupai Muda kemudian.
"Tidak di rumah!" sahut Pak Kucing.
"Mungkin!"
"Ah! Jika kamu nggak tahu pasti, nggak usah ngomong, Pai!" hardik Pak Kancil yang dari tadi hanya diam.
"Benar! Kita semua telah dibuat jengkel oleh Pak Jago!" sahut Pak Kerbau.
Tadi pagi Pak Jago tidak berkokok sehingga banyak warga yang bangun kesiangan!" lanjutnya kesal.
"Kenapa harus Pak Jago yang dipersalahkan?" balas Tupai Muda.
"Jelas!" sahut Pak Kerbau tegas.
"Bukankah setiap pagi Pak Jago berkokok membangunkan kita?"
"Itu kebaikan Pak Jago saja dan jika ia tidak berkokok jangan disalahkan dong!"
"Ya disalahkan!"
"Kenapa?"
"Sebaiknya Pak Jago mengabari semua warga jika berhalangan untuk tidak berkokok!" Perkataan Pak Kerbau disambut dengan suara koor oleh warga, "Setujuuuuu!"
Tiba-tiba pintu terbuka. Pak Jago keluar dengan selimut tebal melingkar di lehernya. Ia berjalan pelan mendekati warga yang telah memenuhi halaman rumahnya.
"Maafkan saya. Saya mengerti maksud kedatangan Saudara-saudara," katanya lemah. Warga yang berada di situ tampak tertunduk melihat keadaan Pak Jago. Badannya tampak lemah, wajahnya pucat, dan suaranya terbata-bata.
"Karena penyakit yang datang tiba-tiba, saya tidak dapat mengabari semua warga jika hari ini saya tidak bisa berkokok seperti biasanya. Pita suaraku serasa mau putus ketika kupaksakan berkokok," katanya.
"Maafkan kami Pak Jago, kami tidak tahu jika Pak Jago sakit!" kata Pak Kambing.
"Maafkan saya, sungguh! Saya menyesali kecerobohan yang kami lakukan," ungkap Pak Kerbau. "Maafkan kami, Pak Jago!" lanjut semua warga yang ada di situ serempak.
Perlahan-lahan Pak Jago menatap semua warga. Ia lalu menunduk sedih dan berkata, "Akibat saya sakit dan tidak memberitahu kalian, banyak warga yang terlambat bangun dan tidak dapat me laksanakan pekerjaannya."
"Sayalah yang salah, maafkan saya," lanjutnya sambil mendekati Pak Kambing. Mereka berangkulan.
"Tidak Pak Jago, kami semua yang tidak tahu diri. Tidak tahu berterima kasih.
Harusnya kami berupaya untuk bangun pagi sendiri tanpa harus menunggu kokok Pak Jago. Benar kata Tupai, semua ini akibat kemalasan kami," kata Pak Kambing.
"Sekali lagi saya juga minta maaf.
Saya janji akan memberi kabar jika saya sakit dan tidak dapat berkokok," sambut
Pak Jago pelan yang disusul oleh warga saling menjabat erat tangan Pak Jago.
(Sumber:Yunior, 17 September 2006 dengan pengubahan seperlunya) (Sumber referensi: Buku Bahasa Indonesia)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Kata Ganti dan Kata Acuan"

Posting Komentar